analyticstracking
Indonesia Archipelago Network News - IANnews.id

Provinsi Maluku



ProvinsiNama Resmi : Provinsi Maluku
Ibukota : Ambon

Tanggal berdiri :19 Agustus 1945

Luas Wilayah : 209.235,59 km2
Gubernur : Irjen. Pol. (Purn.) Drs. Murad Ismail 
Wakil Gubernur : Drs. Barnabas Nathaniel Orno
Jumlah Penduduk : 1.744.654 jiwa
Kabupaten : 12
Kotamadya : 2
Website : www.malukuprov.go.id
Alamat Kantor :
Jl. Raya Patimura No. 7 Ambon,
Telp (0911) 322321
                                     Fax. (0911) 54413



Sejarah

Maluku merupakan salah satu propinsi tertua dalam sejarah Indonesia merdeka, dikenal dengan kawasan Seribu Pulau serta memiliki keanekaragaman sosial budaya dan kekayaan alam yang berlimpah. Secara historis kepulauan Maluku terdiri dari kerajaan-kerajaan Islam yang menguasai pulau-pulau tersebut. Oleh karena itu, diberi nama Maluku yang berasal dari kata Al Mulk yang berarti Tanah Raja-Raja. Daerah ini dinyatakan sebagai propinsi bersama tujuh daerah lainnya ? Kalimantan, Sunda Kecil, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Sumatera ? hanya dua hari setelah bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945. Namun secara resmi pembentukan Maluku sebagai propinsi daerah tingkat I RI baru terjadi 12 tahun kemudian, berdasarkan Undang Undang Darurat Nomor 22 tahun 1957 yang kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 1958.
Lintasan Sejarah
Seperti daerah-daerah lainnya di Indonesia, Kepulauan Maluku memiliki perjalanan sejarah yang panjang dan tidak dapat dilepaskan dari sejarah Indonesia secara keseluruhan. Kawasan kepulauan yang kaya dengan rempah-rempah ini sudah dikenal di dunia internasional sejak dahulu kala. Pada awal abad ke-7 pelaut-pelaut dari daratan Cina, khususnya pada zaman Dinasti Tang, kerap mengunjungi Maluku untuk mencari rempah-rempah. Namun mereka sengaja merahasiakannya untuk mencegah datangnya bangsa-bangsa lain kedaerah ini.
Pada abad ke-9 pedagang Arab berhasil menemukan Maluku setelah mengarungi Samudra Hindia. Para pedagang ini kemudian menguasai pasar Eropa melalui kota-kota pelabuhan seperti Konstatinopel. Abad ke-14 adalah merupakan masa perdagangan rempah-rempah Timur Tengah yang membawa agama Islam masuk ke Kepulauan Maluku melalui pelabuhan-pelabuhan Aceh, Malaka, dan Gresik, antara 1300 sampai 1400.
Pada abad ke-12 wilayah kekuasaan Kerajaan Sriwijaya meliputi Kepulauan Maluku. Pada awal abad ke-14 Kerajaan Majapahit menguasai seluruh wilayah laut Asia Tenggara. Pada waktu itu para pedagang dari Jawa memonopoli perdagangan rempah-rempah di Maluku.
Dimasa Dinas Ming (1368 ? 1643) rempah-rempah dari Maluku diperkenalkan dalam berbagai karya seni dan sejarah. Dalam sebuah lukisan karya W.P. Groeneveldt yang berjudul Gunung Dupa, Maluku digambarkan sebagai wilayah bergunung-gunung yang hijau dan dipenuhi pohon cengkih ? sebuah oase ditengah laut sebelah tenggara. Marco Polo juga menggambarkan perdagangan cengkih di Maluku dalam kunjungannya di Sumatra.


Era Portugis
Bangsa Eropa pertama yang menemukan Maluku adalah Portugis, pada tahun 1512. Pada waktu itu 2 armada Portugis, masing-masing dibawah pimpinan Anthony d'Abreu dan Fransisco Serau, mendarat di Kepulauan Banda dan Kepulauan Penyu. Setelah mereka menjalin persahabatan dengan penduduk dan raja-raja setempat - seperti dengan Kerajaan Ternate di pulau Ternate, Portugis diberi izin untuk mendirikan benteng di Pikaoli, begitupula Negeri Hitu lama, dan Mamala di Pulau Ambon.Namun hubungan dagang rempah-rempah ini tidak berlangsung lama, karena Portugis menerapkan sistem monopoli sekaligus melakukan penyebaran agama Kristen.
Salah seorang misionaris terkenal adalah Francis Xavier. Tiba di Ambon 14 Pebruari 1546, kemudian melanjutkan perjalanan ke Ternate, tiba pada tahun 1547, dan tanpa kenal lelah melakukan kunjungan ke pulau-pulau di Kepulauan Maluku untuk melakukan penyebaran agama.
Persahabatan Portugis dan Ternate berakhir pada tahun 1570. Peperangan dengan Sultan Babullah selama 5 tahun (1570-1575), membuat Portugis harus angkat kaki dari Ternate dan terusir ke Tidore dan Ambon.

Era Belanda
Perlawanan rakyat Maluku terhadap Portugis, dimanfaatkan Belanda untuk menjejakkan kakinya di Maluku. Pada tahun 1605, Belanda berhasil memaksa Portugis untuk menyerahkan pertahanannya di Ambon kepada Steven van der Hagen dan di Tidore kepada Cornelisz Sebastiansz. Demikian pula benteng Inggris di Kambelo, Pulau Seram, dihancurkan oleh Belanda. Sejak saat itu Belanda berhasil menguasai sebagian besar wilayah Maluku.
Kedudukan Belanda di Maluku semakin kuat dengan berdirinya VOC pada tahun 1602, dan sejak saat itu Belanda menjadi penguasa tunggal di Maluku. Di bawah kepemimpinan Jan Pieterszoon Coen, Kepala Operasional VOC, perdagangan cengkih di Maluku sepunuh di bawah kendali VOC selama hampir 350 tahun. Untuk keperluan ini VOC tidak segan-segan mengusir pesaingnya; Portugis, Spanyol, dan Inggris. Bahkan puluhan ribu orang Maluku menjadi korban kebrutalan VOC.
Pada permulaan tahun 1800 Inggris mulai menyerang dan menguasai wilayah-wilayah kekuasaan Belanda seperti di Ternate dan Banda. Dan, pada tahun 1810 Inggris menguasai Maluku dengan menempatkan seorang resimen jendral bernama Bryant Martin. Namun sesuai konvensi London tahun 1814 yang memutuskan Inggris harus menyerahkan kembali seluruh jajahan Belanda kepada pemerintah Belanda, maka mulai tahun 1817 Belanda mengatur kembali kekuasaannya di Maluku.
Pahlawan
Kedatangan kembali kolonial Belanda pada tahun 1817 mendapat tantangan keras dari rakyat. Hal ini disebabkan karena kondisi politik, ekonomi, dan hubungan kemasyarakatan yang buruk selama dua abad. Rakyat Maluku akhirnya bangkit mengangkat senjata di bawah pimpinan Thomas Matulessy yang diberi gelar Kapitan Pattimura, seorang bekas sersan mayor tentara Inggris.
Pada tanggal 15 Mei 1817 serangan dilancarkan terhadap benteng Belanda ''Duurstede'' di pulau Saparua. Residen van den Berg terbunuh. Pattimura dalam perlawanan ini dibantu oleh teman-temannya ; Philip Latumahina, Anthony Ribok, dan Said Perintah.
Berita kemenangan pertama ini membangkitkan semangat perlawanan rakyat di seluruh Maluku. Paulus Tiahahu dan putrinya Christina Martha Tiahahu berjuang di Pulau Nusalaut, dan Kapitan Ulupaha di Ambon.
Tetapi Perlawanan rakyat ini akhirnya dengan penuh tipu muslihat dan kelicikan dapat ditumpas kekuasaan Belanda. Pattimura dan teman-temannya pada tanggal 16 Desember 1817 dijatuhi hukuman mati di tiang gantungan, di Fort Niew Victoria, Ambon. Sedangkan Christina Martha Tiahahu meninggal di atas kapal dalam pelayaran pembuangannya ke pulau Jawa dan jasadnya dilepaskan ke laut Banda.
Era Perang Dunia Ke Dua
Pecahnya Perang Pasifik tanggal 7 Desember 1941 sebagai bagian dari Perang Dunia II mencatat era baru dalam sejarah penjajahan di Indonesia. Gubernur Jendral Belanda A.W.L. Tjarda van Starkenborgh , melalui radio, menyatakan bahwa pemerintah Hindia Belanda dalam keadaan perang dengan Jepang.
Tentara Jepang tidak banyak kesulitan merebut kepulauan di Indonesia. Di Kepulauan Maluku, pasukan Jepang masuk dari utara melalui pulau Morotai dan dari timur melalui pulau Misool. Dalam waktu singkat seluruh Kepulauan Maluku dapat dikuasai Jepang. Perlu dicatat bahwa dalam Perang Dunia II, tentara Australia sempat bertempur melawan tentara Jepang di desa Tawiri. Dan, untuk memperingatinya dibangun monumen Australia di desa Tawiri (tidak jauh dari Bandara Pattimura).
Dua hari setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, Maluku dinyatakan sebagai salah satu propinsi Republik Indonesia. Namun pembentukan dan kedudukan Propinsi Maluku saat itu terpaksa dilakukan di Jakarta, sebab segera setelah Jepang menyerah, Belanda (NICA) langsung memasuki Maluku dan menghidupkan kembali sistem pemerintahan colonial di Maluku. Belanda terus berusaha menguasai daerah yang kaya dengan rempah-rempahnya ini ? bahkan hingga setelah keluarnya pengakuan kedaulatan pada tahun 1949 ? dengan mensponsori terbentuknya ?Republik Maluku Selatan? (RMS).

 

Nama

Pendapat pertama menyatakan kata Maluku berasal dari bahasa Arab yaitu kata Al-Mulk, Al-Mulk berarti sebagai tanah atau pulau atau negeri para raja. Hal ini memang benar karena Maluku sampai sekarang pun terdiri atas negeri-negeri kecil yang lumayan banyak dengan rajanya sendiri-sendiri.


Pendapat kedua menyatakan kata Maluku berasal dari bahasa Ternate yaitu kata Moloku atau Moloko, dua kata itu Moloku atau Moloko sama-sama berarti sebagai tanah air. Hal ini tercermin dari perkataan bangsa Ternate pada masa lampau yang menyebutkan bumi Maluku belahan utara sebagai Moloku Kie Raha yang berarti tanah air dengan empat gunung. Keempat gunung yang dimaksud adalah 4 kerajaan atau kesultanan besar dari Maluku Utara yaitu Kesultanan Ternate, Kerajaan Tidore, Bacan, dan Jailolo.


Sosial Budaya

Suku Bangsa

Suku bangsa Maluku didominasi oleh ras suku bangsa Melanesia Pasifik yang masih berkerabat dengan Fiji, Tonga, dan beberapa bangsa kepulauan yang tersebar di kepulauan Samudra Pasifik.


Banyak bukti kuat yang merujuk bahwa Maluku memiliki ikatan tradisi dengan bangsa bangsa kepulauan pasifik, seperti bahasa, lagu-lagu daerah, makanan, serta perangkat peralatan rumah tangga dan alat musik khas, contoh: Ukulele (yang terdapat pula dalam tradisi budaya Hawaii).


Mereka umumnya memiliki kulit gelap, rambut ikal, kerangka tulang besar dan kuat, serta profil tubuh yang lebih atletis dibanding dengan suku-suku lain di Indonesia, dikarenakan mereka adalah suku kepulauan yang mana aktivitas laut seperti berlayar dan berenang merupakan kegiatan utama bagi kaum pria.


Sejak zaman dahulu, banyak di antara mereka yang sudah memiliki darah campuran dengan suku lain yaitu dengan bangsa Eropa (umumnya Belanda dan Portugal) serta Spanyol, kemudian bangsa Arab sudah sangat lazim mengingat daerah ini telah dikuasai bangsa asing selama 2.300 tahun dan melahirkan keturunan keturunan baru, yang mana sudah bukan ras Melanesia murni lagi namun tetap mewarisi dan hidup dengan beradatkan gaya Melanesia-Alifuru.


Karena adanya percampuran kebudayaan dan ras dengan orang Eropa dan Arab inilah maka Maluku merupakan satu-satunya wilayah Indonesia yang digolongkan sebagai daerah yang memiliki kaum Mestizo terbesar selain Timor Leste (Timor Leste, sekarang menjadi negara sendiri]]. Bahkan hingga sekarang banyak nama fam/mata ruma di Maluku yang berasal adat bangsa asing seperti Belanda (Van Afflen, Van Room, De Wanna, De Kock, Kniesmeijer, Gaspersz, Ramschie, Payer, Ziljstra, Van der Weden, dan lain-lain) serta Portugal (Da Costa, De Fretes, Que, Carliano, De Souza, De Carvalho, Pareira, Courbois, Frandescolli, dan lain-lain). Ditemukan pula fam/mata ruma keturunan bangsa Spanyol (Oliviera, Diaz, De Jesus, Silvera, Rodriguez, Montefalcon, Mendoza, De Lopez, dan lain-lain) serta fam-fam Arab yang langsung dari Hadramaut (Al-Kaff, Al Chatib, Bachmid, Bakhwereez, Bahasoan, Al-Qadri, Alaydrus, Assegaff, dan lain-lain). Cara penulisan fam orang Ambon/Maluku pun masih mengikuti dan disesuaikan dengan cara pembacaan ejaan asing seperti Rieuwpassa (baca: Riupasa), Nikijuluw (baca: Nikiyulu), Louhenapessy (baca: Lohenapesi), Kallaij (baca: Kalai), dan Akyuwen (baca: Akiwen).


Dewasa ini, masyarakat Maluku tidak hanya terdapat di Indonesia saja melainkan tersebar di berbagai negara di dunia. Kebanyakan dari mereka yang hijrah keluar negeri disebabkan olah berbagai alasan. Salah satu sebab yang paling klasik adalah perpindahan besar-besaran masyarakat Maluku ke Eropa pada tahun 1950-an dan menetap di sana hingga sekarang. Alasan lainnya adalah untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik, menuntut ilmu, kawin-mengawin dengan bangsa lain, yang di kemudian hari menetap lalu memiliki generasi-generasi Maluku baru di belahan bumi lain. Para ekspatriat Maluku ini dapat ditemukan dalam komunitas yang cukup besar serta terkonsentrasi di beberapa negara seperti Belanda (yang dianggap sebagai tanah air kedua oleh orang Maluku selain tanah Maluku itu sendiri), Suriname, dan Australia. Komunitas Maluku di wilayah lain di Indonesia dapat ditemui di Medan, Palembang, Bandung, Jabodetabek, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Makassar, Kupang, Manado, Kalimantan Timur, Sorong, dan Jayapura.


Bahasa

Bahasa yang digunakan di Provinsi Maluku adalah Bahasa Ambon, yang merupakan salah satu dari rumpun bahasa Melayu timur yang dikenal sebagai bahasa dagang atau trade language. Bahasa yang dipakai di Maluku terkhusus di Ambon sedikit banyak telah dipengaruhi oleh bahasa-bahasa asing, bahasa-bahasa bangsa penjelajah yang pernah mendatangi, menyambangi, bahkan menduduki dan menjajah negeri/tanah Maluku pada masa lampau. Bangsa-bangsa itu ialah bangsa Spanyol, Portugis, Arab, dan Belanda.


Bahasa Ambon selaku lingua franca di Maluku telah dipahami oleh hampir semua penduduk di wilayah Provinsi Maluku dan umumnya, dipahami juga sedikit-sedikit oleh masyarakat Indonesia Timur lainnya seperti orang Ternate, Manado, Kupang, dll. karena Bahasa Ambon memiliki struktur bahasa yang sangat mirip dengan bahasa-bahasa trade language di wilayah Sulawesi Utara, Maluku Utara, Papua, Papua Barat, serta Nusa Tenggara Timur.


Bahasa Indonesia selaku bahasa resmi dan bahasa persatuan di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) digunakan dalam kegiatan-kegiatan publik yang resmi dan formal seperti di kantor-kantor pemerintah dan di sekolah-sekolah serta di tempat-tempat seperti museum, bandara, dan pelabuhan.


Maluku merupakan wilayah kepulauan terbesar di seluruh Indonesia, Provinsi Maluku dan Maluku Utara menyusun sebuah big islands yang dinamai Kepulauan Maluku. Banyaknya pulau yang saling terpisah satu dengan yang lainnya, juga mengakibatkan semakin beragamnya bahasa yang dipergunakan di provinsi ini. Beberapa bahasa yang paling umum dipetuturkan di Maluku yaitu:


Bahasa Wemale, dipakai penduduk Negeri Piru, Seruawan, Kamarian, dan Rumberu (Kabupaten Seram Bagian Barat).

Bahasa Alune, dipakai di wilayah tiga batang air yaitu Tala, Mala, dan Malewa di wilayah Kabupaten Seram Bagian Barat.

Bahasa Nuaulu, dituturkan oleh suku Nuaulu di Pulau Seram Selatan yaitu antara Teluk Elpaputi dan Teluk Teluti.

Bahasa Atiahu, dipakai oleh tiga negeri yang juga termasuk rumpun Nuaulu yakni Negeri Atiahu, Werinama, dan Batuasa di wilayah Kabupaten Seram Bagian Timur.

Bahasa Koa, dituturkan di wilayah pegunungan tengah Pulau Seram yaitu sekitar Manusela dan Gunung Kabauhari.

Bahasa Seti dituturkan oleh suku Seti, di Seram Utara dan Teluti Timur, merupakan bahasa dagang di Seram Bagian Timur.

Bahasa Gorom merupakan turunan dari bahasa Seti dan dipakai oleh penduduk beretnis atau bersuku Gorom yang berdiam di kabupaten Seram Bagian Timur yang menyebar sampai Kepulauan Watubela dan Maluku Tenggara.

Bahasa Tarangan merupakan bahasa pemersatu dan dipakai oleh penduduk wilayah Pulau Aru dengan ibu kota Kab. Dobo Maluku Tenggara.

Tiga bahasa yang hampir punah adalah Palamata dan Moksela serta Hukumina. Ratusan bahasa di atas dipersatukan oleh sebuah bahasa pengantar yang telah menjadi lingua franca sejak lama yaitu Bahasa Ambon. Sebelum bangsa-bangsa asing (Arab, Tiongkok, Spanyol, Portohis, Wolanda, dan Inggris) menginjakkan kakinya di Maluku, bahasa-bahasa asli Maluku tersebut sudah hidup setidaknya ribuan tahun dan menjadi bahasa-bahasa dari keluarga atau rumpun paling barat keluarga bahasa-bahasa Pasifik/Melansia (bahasa Papua-Melanesoid)


Agama

Penduduk Maluku menganut 3 agama utama yaitu Islam sebanyak 50,61%, Kristen Protestan sebanyak 41,40%, dan Katolik sebanyak 6,76% penduduk. Penyebaran agama Islam dilakukan oleh Kesultanan Iha, Saulau, Hitu, dan Hatuhaha serta pedagang Arab yang mengunjungi Maluku. Sementara penyebaran agama Kristen dilakukan oleh misionaris-misionaris dari Portugis, Spanyol, dan Belanda.


Tempat ibadah di Provinsi Maluku pada tahun 2013 tercatat yaitu sebagai berikut:


Masjid sebanyak hampir 2 ribu buah

Gereja sebanyak 2.345 buah

Pura sebanyak 10 buah

Vihara sebanyak 5 buah.

Gereja Protestan Maluku atau biasa dikenal sebagai GPM merupakan organisasi sinode dan pertubuhan gereja terbesar yang ada di Maluku, yang memiliki jemaat gereja di hampir seluruh negeri Sarane di seluruh Maluku.


Sosial Budaya

Dalam masyarakat Maluku dikenal suatu sistem hubungan sosial yang disebut Pela dan Gandong. Pela dan Gandong merupakan suatu sebutan yang di berikan kepada dua atau lebih negeri yang saling mengangkat/menganggap sebagai saudara satu sama lain. Pela Gandong sendiri merupakan intisari dari kata "Pela" dan "Gandong". Pela adalah suatu ikatan persatuan, sedangkan Gandong mempunyai arti saudara.

Perekonomian

Secara makro ekonomi, kondisi perekonomian Maluku cenderung membaik setiap tahun. Salah satu indikatornya antara lain, adanya peningkatan nilai PDRB. Pada tahun 2003 PDRB Provinsi Maluku mencapai 3,7 triliun rupiah kemudian meningkat menjadi 4,05 triliun tahun 2004. Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2004 mencapai 4,05 persen dan meningkat menjadi 5,06 persen pada 2005.


Kondisi geografis Provinsi Maluku bila dilihat dari sisi strategis peluang investasi bisnis dapat diprediksi bahwa sumber daya alam di sektor perikanan dan kelautan dapat dijadikan primadona bisnis di Maluku, selain sektor lainnya seperti pertanian subsektor peternakan dan perkebunan, sektor perdagangan dan sektor pariwisata serta sektor jasa yang seluruhnya memiliki nilai jual dan potensi bisnis yang cukup tinggi.


Sumber Daya Hutan

Luas sumber daya darat di Maluku adalah sebesar 54.185 km2, dengan potensi sumber daya hutan:


Hutan Konversi: 475.433 Ha

Hutan Lindung: 774.618 Ha

Hutan Produksi Terbatas: 865.947 Ha

Hutan Produksi Tetap: 908.702 Ha

Hutan yang dapat dikonversi: 1.633.646 Ha

Potensi Tambang dan Mineral

Adapun daerah penghasil tambang dan Mineral di Provinsi Maluku adalah:

Emas: Pulau Buru, Wetar, Ambon, Haruku, dan Pulau Romang

Mercuri: Pulau Damar

Perak: Pulau Romang

Logam Dasar: Pulau Haruku dan Nusalaut

Kuarsa: Pulau Buru

Minyak Bumi: Bula (Pulau Seram), Laut Banda, Kepulauan Aru dan cadangan minyak di Maluku Barat Daya.

Mangaan: Laut Banda

Perikanan

Provinsi Maluku ditetapkan oleh Menteri KKP (Fadel Mohammad) sebagai Lumbung Ikan Nasional 2030 sejak digelarnya Sail Banda 2010. Maluku yang merupakan kepulauan bahari terbesar di wilayah Nusantara memang layak dijadikan lumbung ikan nasional karena potensi perikanan yang luar biasa banyaknya disertai laut yang kaya dan masih terjaga dari campur tangan manusia. Daerah dengan potensi ikan di wilayah Maluku yaitu

Kepulauan Banda

Kepulauan Kei

Kepulauan Aru

Maluku Tenggara Barat

Maluku Barat Daya

Potensi Perikanan dan Sumber Daya Air Maluku

Sumber daya perairan 658.294,69 km2, dengan potensi sebagai berikut: - Laut Banda: 277.890 ton/tahun - Laut Arafura: 771.500 ton/tahun - Laut Seram: 590.640 ton/tahun


Berbagai jenis ikan yang dapat ditangkap dan terdapat di Maluku antara lain: ikan pelagis besar, ikan pelagis kecil, ikan demersal, ikan karang, udang, lobster, cumi.


Sementara untuk potensi budidaya laut yang penyebarannya terdapat pada Laut Seram, Manipa, Buru, Kep. Kei, Kep. Aru, Yamdena, pulau pulau terselatan dan wetar adalah kakap putih, kerapu, rumput laut, tiram mutiara, teripang, lobster, dan kerang-kerangan. Untuk potensi budidaya payau adalah bandeng dan udang windu.


Energi

Kepulauan Indonesia bagian timur umumnya serta Maluku secara khususnya mengalami dampak benturan lempeng Pasifik, lempeng India-Australia dan lempeng Eurasia relatif lebih intensif yang menyebabkan wilayah ini menjadi salah satu yang sangat dinamis dengan berbagai jenis bahan tambang dan energi. Cadangan gas terbesar di Indonesia tercatat berada di blok Pulau Masela di MTB (Maluku Tenggara Barat).


Pariwisata

Profil pariwisata Maluku yang berisikan objek dan daya tarik maupun mengunjungi Maluku, merupakan kenyataan-kenyataan potensi kepariwisataan yang begitu menjanjikan terutama bagi wisatawan untuk saatnya datang berkunjung menyaksikan keindahan alam meliputi: Ketersediaan daya tarik bawah laut sesuai dengan karakteristik wilayah Maluku sebagai daerah kepulauan, Gunung api, Gunung api bawah laut, Daerah perbukitan, Pemandangan alam, Teluk, Danau dan Keramah-tamahan masyarakat Maluku yang sudah dikenal sejak dahulu dengan tradisi masyarakat yang menganggap Wisatawan Sebagai Raja.

Sejak zaman purba kala, Maluku diakui telah memiliki daya tarik alam selain daripada rempah-rempahnya. Terdiri dari ratusan kepulauan membuat Maluku memiliki keunikan panorama disetiap pulaunya dan mengundang banyak turis asing datang untuk mengunjungi bahkan menetap di kepulauan ini. Selain objek wisata alam, beberapa peninggalan zaman kolonial juga merupakan daya tarik tersendiri karena masih dapat terpelihara dengan baik hingga sekarang. Bahkan dibeberapa daerah,pariwisatanya sudah terkenal sampai ke mancanegara.